Teriakan /
jeritan mereka itu juga merupakan salah satu tahap perkembangan anak, Anak-anak
di usia ini seringkali terlihat senang dan puas ketika sudah berteriak /
menjerit, dan tidak hanya cukup di situ saja bahkan mereka juga senang sekali saat
melihat orang disekitar kaget mendengar teriakan / jeritannya itu. Bisa di bayangkan
saat mereka berteriak / menjerit, pasti gerakan reflek yang kita lakukan adalah menutup kedua telinga kita.
Bagaimana Solusi untuk
menghadapi anak yang suka teriak / menjerit :
Berintrospeksi.
Apakah selama ini ada diantara anggota
keluarga kita yang berkomunikasi dengan nada berteriak? Ajaklah mereka untuk
menghilangkan kebiasaan bicara dengan nada tinggi bila gaya tersebut tidak mau ditiru anak kita.
Menjadi teladan.
Di Mulai dari kita (Ayah/Bunda)
berbicara pada anak kita dengan suara yang lemah lembut, manis dan sopan. Ketika
berkomunikasi tataplah mata mereka, berbicara lah dengan sedikit berbisik namun
tegas. Hal ini akan membuat anak mulai terdiam dan mendengarkan apa yang akan
kita sampaikan kepadanya.
Kecilkan suara audio visual dirumah.
Tanpa disadari, kadang – kadang anak
berteriak hanya untuk menyaingi suara lingkungan yang gaduh. Perhatikan setelan
perangkat audio visual dirumah, apakah sering disetel dengan volume yang
tinggi? Bila ya, segeralah kecilkan volumenya agar di rumah tercipta suasana
tenang dan nyaman sehngga anak tidak perlu berteriak ketika berbicara
Berikan pengertian.
Ajaklah bicara secara halus pada anak
kita bahwa tanpa menjerit / berteriak pun dia akan mendapat perhatian dari
orangtua dan orang - orang di sekitarnya. Hindari kata-kata yang berkesan
menasihati.
Contohnya : “kakak, tidak usah berteriak-teriak
gitu. Ayah/Bunda sudah dengar kok.”
Ajarkan bagaimana menyelesaikan masalah secara positif.
Pada saat emosi sedang memuncak, hidari
memarahi anak dengan berteriak-teriak. Bila kita dapat mengontrol emosi dan
bisa menyelesaikan segala permasalahan dengan tenang, anak juga akan belajar
dengan mencontoh cara menyelesaikan masalah tanpa sikap emosional.
Bermain mengontrol suara.
Hindari keinginan membalas berteriak.
Mendengar si balita berteriak biasanya
akan mendorong kita untuk membalas berteriak. Reaksi ini sebetulnya wajar akan tetapi
sangat kurang bijaksana. Sekali lagi, berteriak untuk menghentikan teriakan
anak, justru memicu kompetisi. Dan biasanya tindakan itu dijadikan sebagai
alasan, "Ayah Bunda juga teriak, masa aku enggak boleh!"
Ajari anak mengatur volume bicaranya.
Berilah anak gambaran seperti apa
volume suara yang tidak mengganggu lingkungan itu. Suara yang terdengar di
dalam ruangan tentu berbeda dengan suara yang terdengar di luar ruangan. Bantu
anak menyadarinya dan mulai ajarkan untuk “menyetel” volume suaranya sesuai
tempat keberadaan.
Abaikan.
Terkadang sikap mengabaikan
diperlukan demi mengatasi anak yang mencari perhatian dengan berperilaku buruk.
Jika sudah diberi tahu bahwa suara-nya amat menganggu, namun ia tetap bicara
keras-keras, coba diabaikan saja dia. Nah ketika dia sudah mau menurunkan
volume suaranya, berikan senyuman padanya dan penuhi permintaannya. Hal ini mendorong
anak untuk mengubah kebiasaan buruknya karena anak tersadar bahwa dia hanya
akan mendapat perhatiaan saat dia bicara dengan sopan.
Demikianlah, berbagai cara yang perlu
kita coba untuk mengoreksi perilaku anak yang suka berteriak / menjerit. Dan
satu hal jangan lupa buat ayah/bunda, pada saat anak-anak kita sudah
menunjukkan perilaku yang kita inginkan, berilah dia respons yang positif.
0 comments:
Posting Komentar